SmartNewsCelebes.Com – Pernah mendengar kisah hantu keranda atau Kromoleo? Ini mungkin jenis hantu yang ketika menampakkan diri tak pernah sendirian. Hantu yang populis.
Kromoleo dikenal juga sebagai hantu yang berwujud rombongan pengantar jenazah. Hantu ini sangat populer di desa-desa seperti di kawasan kaki Gunung Merapi. Banyak yang pernah mengalami atau melihat langsung penampakan keranda berjalan atau bahkan lengkap bersama para pengiringnya.
Puji Sri Rahayu, salah satu warga kecamatan Sawangan Kabupaten Magelang bercerita bahwa dalam kepercayaan di kampungnya, wilayah yang dilewati hantu atau lelembut jenis ini akan mengalami sripah atau kematian pada salah satu warganya.
“Saya mengalami ketika naik sepeda motor hendak ke Magelang. Di sebuah jembatan saya melihat kerumunan orang. Pas sampai disitu ternyata ada keranda dipikul dan diiring banyak orang,” kata Puji.
Apa yang dilihat Puji adalah sebuah penanda karena keesokan harinya ditemukan sebuah angkudes terjungkal di jembatan itu dan penumpangnya banyak yang tewas.
Sebelumnya Puji mendengar cerita tentang Kromoleo ini dari pakdenya. Saat itu di kampung ada berita menyedihkan. Salah satu warga meninggal dunia karena kecelakaan lalu lintas di Jakarta. Langsung dibawa pulang ke kampung halaman ke desa.
“Suasana di desa berubah menjadi mencekam. Baru sore harinya jenazah tersebut tiba di rumah duka. Untuk sementara diinapkan dan baru keesokan harinya dimakamkan,” kata Puji yang pernah menjadi anggota DPRD Kabupaten Kebumen.
Usai pemakaman, desa semakin sepi. Saat itu ada seorang pakdenya Puji baru pulang dari rumah saudaranya. Ia harus melewati depan rumah warga yang baru meninggal itu.
“Pakde berjalan kaki sendirian. Tapi setelah melewati rumah duka, ia mendengar suara orang di belakangnya dan jumlahnya sangat banyak. Padahal sebelumnya sepi. Pakde menduga ini hantu,” kata Puji.
Suaranya mendengung, tak jelas apa yang dilafalkan. Pakdenya Puji lalu menengok ke belakang. Ternyata suara itu berasal dari banyak orang sedang menggotong keranda mayat.
“Kata pakde, ia langsung tak bisa bergerak. Kami menyebutnya kami tenggengen. Pakde akhirnya berjongkok dan rombongan itu melewati pakde. Suaranya seram. Moleo…moleo…moleo….kromoleo. Moleo…moleo…moleo kromoleo,” kata Puji melalui sambungan telepon.
Saat mengucapkan ‘Moleo…moleo…moleo kromoleo’ suara Puji berubah ritmis seperti sedang membaca mantera. Meski hanya menceritakan pengalaman pakdenya, ucapan seperti mantera yang ritmis statis itu terdengar sangat seram.
Menurut Puji, pakdenya sempat menengok keranda mayat yang digotong tanpa kain penutup. Di dalamnya terlihat mayat dibungkus kain putih kumal. Bau bangkai menyengat dari sosok putih itu.
“Pengiringnya atau rombongan pengantar jenazah itu berjubah hitam dengan wajah pucat dan tatap mata kosong. Mungkin seperti zombie di flim-film itu. Pakde nggak menjelaskan rinci,” kata Puji.
Pakde kemudian berusaha meneruskan perjalanan pulang dengan dikuasi raa takut. Apalagi bagi warga setempat, mereka mempunyai keyakinan bahwa jika melihat hantu pengiring jenazah, harus ikut mengantar hingga ke ujung atau perbatasan desa, alasannya agar tidak ada warga yang meninggal di desa mereka sendiri.
“Pakde berjalan mengikuti rombongan jenazah itu sampai batas desa, padahal rumahnya sudah terlewat jauh,” kata Puji.
Setelah sampai di batas desa, tepatnya di pertigaan jalan, rombongan hantu pengiring jenazah itu terus berjalan menuju desa tetangga. Saat itu pakde membelokkan arahnya ke sebuah warung yang berada di pojok pertigaan jalan itu. Warung itu sudah tutup.
“Pakde membangunkan pemilik warung dan menceritakan apa yang baru saja dialaminya,” kata Puji.
Keesokan harinya, ada warga meninggal di desa tetangga yang dituju rombongan hantu pengiring jenazah itu.
(lp6/smrt)