SmartNewsCelebes.Com, Kalbar – Kasus tiga dokter pakai ikat kepala #2019GantiPresiden seraya mengacungkan dua jari, masih menjadi perbincangan publik.

Satu diantara ketiga dokter itu yakni dokter Poncoroso yang bekerja sebagai PNS di RSUD Ade M Djoen Sintang, Kalimantan Barat (Kalbar).

Gubernur Kalbar Sutarmidji berang terhadap tiga dokter yang diduga melakukan aksi kampanye itu. Menurut dia, dari sisi kode etik, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) harusnya mengambil tindakan.

“Sedang operasi kok berfoto seperti itu. Kalau IDI tidak ambil tindakan, dibubarin saja,” ucap Sutarmidji, Kamis (31/1).

Pria yang karib disapa Midji ini menyatakan, solidaritas sesama profesi memang bagus. Tapi tidak harus seperti itu. Kalau dirinya keluarga pasien, dokter-dokter tersebut akan ia tuntut.

Karena itu tidak benar, katanya mau perubahan justru ia melanggar. Ini melanggar sumpah dia sebagai dokter,” tuturnya.

Ia juga minta Bawaslu tegas dalam menangani kasus ini. Kalau harus diberhentikan sebagai ASN, maka mesti dilakukan. Karena jika memang ingin mendukung ada jalurnya, yaitu keluar dulu dari ASN. “Berbeda kepala daerah Sabtu dan Minggu boleh. Kalau ASN beda,” jelasnya.

“Midji minta tiga-tiganya ditindak. Bupati juga harus menanganinya. Jangan takut. “Kalau saya jadi dia saya berhenti jadi pegawai,” tukas Midji.

Sementara itu, Ketua Bawaslu Kalbar Ruhermansyah mengatakan perbuatan yang diduga pelanggaran pemilu pasti akan diproses secara tegas.

Perbuatan tersebut akan dinilai apakah merupakan bentuk pelanggaran pidana Pemilu atau pelanggaran perundang-undang lainnya.

“Kami melalui Bawaslu Kabupaten Sintang sudah melakukan proses tersebut dengan memanggil untuk dimintai klarifikasi atau keterangan kepada pihak-pihak yang tersebut di dalam foto tersebut,” ungkapnya kepada Rakyat Kalbar (Jawa Pos Group/Pojoksatu.id).

Dari tiga orang yang terdapat dalam foto, baru satu memenuhi panggilan Bawaslu. Karena undang klarifikasi tidak serentak. Yang pasti satu orang tersebut merupakan ASN di RSUD Ade M Djoen.

“Kalau ASN kan ada dua, dia PNS atau pegawai yang diangkat kontrak sama pemerintah, tapi kalau dilihat di situ si yang bersangkutan PNS,” tuturnya.

Menurutnya, pihaknya akan memproses bila terbukti terjadi pelanggaran pidana pemilu. Namun, bila tidak terbukti, Bawaslu akan melepas para dokter itu.

Kendati demikian, para dokter itu masih bisa berpotensi terkena ‘jeratan’ aturan lain di luar UU Pemilu, yakni UU maupun kode etik ASN.

“Kalau Undang-Undang ASN, apabila terbukti, sanksinya itu bisa peringatan, bisa demosi. Yang terberat tentu pemberhentian,” tandas Ruhermansyah. (pjks/smart)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here