SmartNewsCelebes.Com, Bandung -Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) menyoroti masalah penyalahgunaan obat di kalangan generasi muda saat ini. Hal ini bisa berdampak serius terhadap kesehatan, ketergantungan, hingga kematian.

Plt. Deputi Bidang Pengawasan Obat, Narkotika, Psikotropika, Prekursor, dan Zat Adiktif BPOM, Reri Andriani mengungkapkan hal tersebut dalam rakor Peningkatan Awareness dan Kompetensi Tenaga Pengelola Obat di Fasilitas Pelayanan Kefarmasian Dalam Rangka Pengawasan Mutu serta Pencegahan Penyalahgunaan Obat dan Resistensi Antibiotika, di Grand Mercure, Jl. Dr. Setiabudi Kota Bandung, Senin (12/11/18).

“Penyalahgunaan obat akibat dari penggunaan obat yang tidak baik dan tidak sesuai dengan ketentuan sudah menjadi masalah serius khususnya bagi generasi muda,” ujar Reri saat menjadi keynote speech dalam rakor tersebut.

“Penyalahgunaan dalam penggunaan obat dengan tujuan bukan untuk kesehatan serta digunakan tanpa mengikuti aturan dan dosis sesuai ketentuan akan berdampak serius terhadap kesehatan, seperti ketergantungan, adiksi, dan kerusakan organ hingga kematian,” lanjutnya.

Untuk itu, Reri menuturkan pentingnya meningkatkan kompetensi dan awareness diantara pengelola obat dan makanan di negeri ini.

Sinergitas perlu didorong karena kebijakan pengawasan tidak hanya bisa dilakukan oleh pemerintah dan BPOM, namun perlu juga melibatkan para pengusaha obat dan partisipasi aktif masyarakat.

Kejahatan penyalahgunaan obat tidak hanya menyasar kalangan dewasa namun juga remaja dan anak-anak. Menurut Reri, hal tersebut menjadi tangung jawab bersama untuk mengawal generasi penerus bangsa.

“Jadi, ini merupakan tanggung jawab kita bersama untuk mengawal kualitas generasi penerus bangsa ini,” kata Reri

Hal ini tentu membawa keprihatinan tersendiri, karena ada resiko menurunya potensi diri pada kalangan remaja dan anak-anak yang kelak akan menjadi penerus dan harapan bangsa di masa depan,” tambahnya.

Menyikapi hal tersebut, Badan POM telah menyelenggarakan aksi nasional pemberantasan obat ilegal dan penyalahgunaan obat beberapa waktu lalu. Presiden Joko Widodo meluncurkan secara langsung aksi tersebut.

Salah satu strategi dalam gerakan tersebut adalah pencegahan yang dilakukan melalui penguatan regulasi; pelaksanaan komunikasi, infromasi, dan edukasi; serta peningkatan koordinasi lintas sektor.

Penguatan regulasi yang sudah dilaksanan Badan POM salah satunya menerbitkan Peraturan Badan POM Nomor 4 Tahun 2018 tentang Pengawasan, Pengelolaan Obat, Bahan Obat, Narkotik, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi di Fasilitas Pelayanan Kefarmasian.

Sementara itu, Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Jawa Barat Iwa Karniwa yang turut hadir membuka rakor, menekankan pentingnya peningkatkan efektivitas dan penguatan pengawasan obat dan makanan.

Salah satunya melalui Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2017 tentang Peningkatan Efektivitas Pengawasan Obat dan Makanan. Inpres ini mengintruksikan gubernur untuk:

1. Meningkatkan koordinasi pengawasan obat dan makanan;

2. Melakukan pengawasan bahan berbahaya dan penerbitan Siup B2 untuk Pengecer Terdaftar Bahan Berbahaya (PT-B2) sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan;

3. Melakukan pengkajian ulang terhadap penerbitan pengakuan pedagang besar farmasi cabang dan izin usaha kecil obat tradisional sesuai standar dan persyaratan;

4. Melakukan sanksi administratif;

5. Menerapkan sistem informasi database dan pelaporan pemberian pengakuan pedagang besar farmasi cabang dan izin usaha kecil obat tradisional dengan mengacu pada sistem informasi yang dikembangkan oleh kementerian kesehatan dan/atau badan pengawas obat dan makanan;

6. Melaporkan pelaksanaan tugasnya sebagaimana dimaksud dalam Instruksi Presiden ini kepada Menteri Moordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan dengan tembusan Menteri Dalam Negeri, Menteri Kesehatan, dan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan.

Sedangkan sanksi administratif, Iwa mengatakan bahwa gubernur dapat memberikan sanksi berupa: pencabutan pengakuan pedagang besar farmasi cabang; pencabutan izin usaha kecil obat tradisional; hingga pencabutan izin pengecer bahan berbahaya, berdasarkan rekomendasi Kepala Dinas Kesehatan dan/atau Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (pjks/smart)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here