SMARTNEWSCELEBES.COM, PAREPARE – Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) yang dilakukan secara online kembali menuai kontroversi setelah seorang orang tua menemukan dugaan ketidakadilan dalam proses seleksi zonasi.

Lia, orang tua dari calon siswa Andi Khaira Dwi Putri, mengungkapkan kekecewaannya setelah anaknya dinyatakan tidak lolos jalur zonasi melalui aplikasi SPMB, meskipun memenuhi kriteria yang lebih baik dibandingkan beberapa calon siswa yang diterima.

Berdasarkan pengecekan mandiri yang dilakukan melalui aplikasi SPMB, ditemukan beberapa kejanggalan dalam urutan penerimaan siswa.

Andi Khaira Dwi Putri yang berusia 6 tahun 7 bulan 27 hari dengan jarak tempat tinggal 509 meter dari sekolah, ternyata tidak lolos seleksi.

“Setelah saya cek data di aplikasi, ternyata ada yang aneh. Anak saya seharusnya bisa masuk di nomor urut 29 atau 30, tapi ternyata urutan tersebut kosong dan langsung lompat ke nomor 31, bahkan diurutan selanjutnya jarak zonasi semakin jauh, termasuk kategori usia,” ungkap Lia.

Data yang berhasil dikumpulkan menunjukkan:
– Nomor urut 28: Usia 6 tahun 4 bulan 8 hari, jarak 454m
– Nomor urut 29 dan 30: Kosong/tidak ada data
– Nomor urut 31: Usia 6 tahun 1 bulan 10 hari, jarak 527m
– Diatas nomor 31 hingga 48 dari calon siswa yang akan diterima menunjukan usia sekitar 6 tahun dengan zonasi yang lebih jauh.

Ketika mengajukan keberatan kepada Dinas Pendidikan, Lia mendapat penjelasan yang menurutnya tidak konsisten.

“Awalnya mereka bilang sistem yang bekerja secara otomatis, tapi setelah saya tunjukkan bukti-bukti ini, bagian Dikdas malah bilang bahwa setiap sekolah dasar diberikan keleluasaan terkait penerimaan murid baru,” jelasnya.

Pernyataan tersebut justru menimbulkan pertanyaan besar tentang efektivitas SPMB yang dilakukan secara online.

“Kalau sekolah diberi keleluasaan, untuk apa diberlakukan pendaftaran melalui aplikasi SPMB? Ini kan jadi tidak ada gunanya,” kritiknya.

Kasus ini menguak potensi masalah sistemik dalam SPMB yang seharusnya menjamin transparansi dan keadilan.

Sistem zonasi yang diterapkan seharusnya memberikan prioritas kepada calon siswa berdasarkan kedekatan jarak tempat tinggal dan usia, namun temuan ini menunjukkan adanya celah yang bisa disalahgunakan.

Hingga saat ini, Kepala Dinas Pendidikan Kota Parepare, Makmur, belum memberikan klarifikasi resmi terkait kejanggalan data ini. Masyarakat ingin memastikan bahwa SPMB dapat berjalan sesuai dengan prinsip transparansi dan keadilan yang dijanjikan. (*smartnews)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here