Oleh Dedy KD (Koord. Kopi Luki/Koalisi Pemuda Pemudi Luwu Kawal Investasi)

SMARTNEWSCELEBES.COM – Langkah Pimpinan Cabang Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (PC IMM) Kabupaten Luwu yang secara resmi mengajukan permohonan kepada Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Luwu untuk membuka salinan dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) milik PT Masmindo Dwi Area (MDA), patut dipahami sebagai bentuk kepedulian terhadap isu lingkungan dan keterbukaan informasi. Namun, kepedulian tersebut akan lebih bermakna jika dilandasi dengan konsistensi sikap, termasuk terhadap kebijakan dan keputusan internal organisasi Muhammadiyah secara keseluruhan.

IMM Luwu perlu mencermati bahwa Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah secara resmi telah menyatakan kesiapannya menerima tawaran Izin Usaha Pertambangan (IUP) berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2024. Keputusan ini tidak diambil secara terburu-buru, melainkan melalui pertimbangan matang dan menyeluruh. Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir, bahkan menegaskan bahwa keputusan tersebut dilakukan tanpa tekanan dari pihak mana pun dan semata-mata demi mewujudkan keadilan sosial serta kesejahteraan umat.

Langkah Muhammadiyah menerima IUP justru dilandasi niat luhur untuk menjadi teladan atau role model dalam pengelolaan sumber daya alam di Indonesia. Ini mencakup komitmen kuat terhadap keberlanjutan lingkungan, keadilan sosial, dan pemberdayaan masyarakat lokal. Maka dari itu, menjadi tidak konsisten ketika IMM Luwu justru bersikap seolah-olah organisasi induknya tidak memiliki prinsip yang jelas dalam isu lingkungan.

Apabila IMM Luwu benar-benar berkomitmen terhadap keterbukaan dan partisipasi publik dalam urusan lingkungan, maka kritik yang proporsional juga sepatutnya diarahkan secara internal, terhadap arah kebijakan besar Muhammadiyah yang kini mulai menapaki peran aktif dalam sektor pertambangan. Sikap kritis tidak akan kehilangan nilainya hanya karena diarahkan ke dalam. Justru, di situlah kedewasaan berorganisasi diuji.

Selain itu, PT Masmindo Dwi Area sebagai perusahaan tambang yang beroperasi di kawasan Pegunungan Latimojong, Kabupaten Luwu, telah menjalankan operasional berdasarkan peraturan yang berlaku, termasuk penyusunan AMDAL sesuai dengan ketentuan UU No. 32 Tahun 2009 dan PP No. 22 Tahun 2021. Tidak ada indikasi bahwa perusahaan menutup diri terhadap kewajiban transparansi. Permintaan informasi tentu sah-sah saja, tetapi harus melewati mekanisme formal, bukan dengan insinuasi seolah-olah terjadi pelanggaran.

Keterbukaan informasi dalam konteks lingkungan memang dijamin oleh undang-undang. Namun, hal itu juga diatur secara prosedural. Tidak semua dokumen bisa serta-merta dibuka tanpa koridor hukum yang jelas, terutama jika menyangkut aspek teknis dan keamanan. Oleh karena itu, membangun persepsi seolah-olah PT MDA tidak terbuka bisa menjadi tudingan yang tidak berdasar dan dapat merusak kepercayaan publik terhadap investasi yang sah.

IMM Luwu juga harus menyadari bahwa narasi “ketertutupan informasi” yang dibangun secara sepihak berisiko merusak citra iklim investasi di Kabupaten Luwu. Dalam jangka panjang, hal ini bisa merugikan masyarakat sendiri, terutama mereka yang menggantungkan harapan pada kemajuan ekonomi lokal yang salah satunya didorong oleh kehadiran investasi tambang seperti MDA.

Sikap kritis memang penting, tetapi harus dibarengi dengan sikap adil dan objektif. IMM sebagai bagian dari keluarga besar Muhammadiyah tidak bisa berdiri di luar komitmen organisasi terhadap isu pengelolaan sumber daya alam. Tidak elok jika IMM bersikap moralistik terhadap pihak luar, tetapi abai terhadap keputusan strategis yang sedang dibangun oleh organisasi induknya sendiri.

Alih-alih menggugat PT MDA secara insinuatif, IMM Luwu seharusnya memanfaatkan momen ini untuk terlibat dalam dialog, edukasi, dan pengawasan kebijakan secara konstruktif. Jika benar-benar ingin memperjuangkan keadilan ekologis dan transparansi, maka langkah terbaik adalah ikut serta menjadi mitra kritis yang mendorong praktik-praktik baik, bukan justru menciptakan kesan konfrontatif yang tidak produktif.

Keputusan Muhammadiyah menerima IUP sejatinya membuka ruang bagi semua elemen, termasuk IMM, untuk mengambil bagian dalam tata kelola tambang yang adil dan berkelanjutan. Ini seharusnya menjadi ruang kolaborasi, bukan alasan untuk menciptakan jarak atau bahkan kontradiksi di tubuh gerakan.

Kritis boleh, bahkan penting. Tapi jangan lupa cermin. Konsistensi menjadi kunci moralitas perjuangan. Jika IMM Luwu ingin terus dipercaya publik sebagai agen perubahan, maka langkah pertama adalah memastikan bahwa standar yang dipakai untuk mengkritik pihak lain, juga diberlakukan terhadap diri sendiri. (*)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here