SMARTNEWSCELEBES.COM, JAKARTA – Kegiatan ekonomi domestik terus menunjukkan percepatan pemulihan.
Hal ini tercermin dari aktivitas sektor riil yang semakin menguat, dengan Purchasing Managers’ Index (PMI) manufaktur Indonesia kembali berada di level ekspansi 51,3 untuk Juli 2022.
Posisi PMI Juli 2022 juga lebih tinggi dari bulan sebelumnya (Juni 2022) 50,2.
PMI Indonesia berada pada level ekspansif sejak September 2021 atau 11 bulan berturut-turut.
Bahkan, tingkat ekspansi Indonesia masih lebih tinggi dibandingkan beberapa negara ASEAN lainnya, seperti Vietnam (51,2), Filipina (50,8), Malaysia (50,6) dan Myanmar yang masih mengalami kontraksi sebesar 46,5.
“Tentu pencapaian ini tidak terlepas dari peran berbagai pihak dalam proses percepatan pemulihan aktivitas ekonomi pasca pandemi Covid-19, khususnya dalam mendorong peningkatan permintaan domestik dan mendukung kegiatan dunia usaha,” ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Senin (1/08).
Kinerja yang mengesankan dari aktivitas sektor riil merupakan bukti ketahanan perekonomian domestik di tengah tantangan global yang masih berlangsung. Bahkan, kinerja tersebut muncul di tengah kemungkinan perlambatan pemulihan global.
Sebagai laporan IMF terbaru untuk periode Juli 2022, laporan tersebut kembali menurunkan perkiraan pertumbuhan global 2022 menjadi hanya 3,2% (year-on-year), turun 0,4% dari laporan April 2022.
Situasi ini diperkirakan akan melemahkan potensi permintaan luar negeri.
Hasil survei menunjukkan bahwa indeks manajer pembelian manufaktur Indonesia telah tumbuh pada tingkat tertinggi sejak April 2022, yang secara umum didukung oleh permintaan domestik yang masih kuat.
Meningkatnya permintaan dalam negeri menjadi pendorong bagi dunia usaha untuk terus meningkatkan produksi. Alhasil, kesempatan kerja baru juga terbuka lebar, dengan dampak positif yang lebih inklusif.
Hasil Survei Kegiatan Usaha (SKDU) triwulan II tahun 2022 juga menegaskan aktivitas sektor fisik yang semakin aktif. Hal ini tercermin dari neraca tertimbang (SBT) sebesar 14,13%, naik dari 8,71% pada Q1 2022.
Perbaikan kinerja bisnis tersebut sejalan dengan pelonggaran pembatasan pergerakan lintas wilayah, perayaan Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) untuk mendorong permintaan, dan ketersediaan fasilitas produksi.
Selain itu, penguatan kapasitas output berbagai industri juga berkontribusi terhadap pertumbuhan nilai ekspor Indonesia. Dari Januari 2022 hingga Juni 2022, total nilai ekspor Indonesia mencapai US$141,07 miliar atau meningkat 37,11% (ctc).
Pencapaian ekspor ini mendukung neraca perdagangan Indonesia yang tetap surplus selama 26 bulan berturut-turut.
“Pemerintah akan terus mendorong bangkitnya aktivitas produksi, khususnya pada sektor-sektor yang memiliki dampak pengganda yang besar,” ucap Airlangga.
“Selain itu, penyederhanaan berbagai regulasi juga terus diupayakan sebagai bentuk komitmen Pemerintah dalam meningkatkan kemudahan berusaha di Indonesia,” tambah Airlangga.
Berbagai indikator makroekonomi yang semakin hari semakin membaik menjadikan Indonesia sebagai tujuan investasi bagi semua negara.
Hingga kuartal II 2022, realisasi investasi telah mencapai Rp 302,2 triliun, meningkat 35,5% secara year-on-year, menciptakan lapangan kerja bagi sebanyak 320.534 tenaga kerja Indonesia.
Pencapaian investasi tersebut meliputi Penanaman Modal Asing (PMA) sebesar Rp 163,2 triliun atau meningkat 39,7% (year-on-year) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) sebesar Rp 138 triliun atau meningkat 30,8% (year-on-year).
Naiknya harga bahan baku internasional menjadi tantangan akibat inflasi global. Namun demikian, inflasi di Indonesia masih relatif terkendali di tengah lonjakan inflasi di berbagai negara.
Pada Juli 2022, laju inflasi tercatat sebesar 0,64% (mtm), 3,85% (ytd), dan 4,94% (yoy).
Inflasi pada bulan Juli terutama disebabkan oleh kenaikan harga cabai merah, tarif angkutan udara, bawang merah, bahan bakar rumah tangga dan cabai.
Selain itu, laju inflasi inti juga meningkat menjadi 2,86% (year-on-year), lebih tinggi dari sebelumnya 2,63% (year-on-year), menunjukkan bahwa fundamental ekonomi tetap stabil.
Inflasi akibat krisis energi global dapat dimitigasi dengan kebijakan subsidi pemerintah. Sedangkan inflasi pangan lebih disebabkan oleh terganggunya pasokan pangan dalam negeri akibat kondisi cuaca yang fluktuatif.
Untuk mengantisipasi hal ini, Pemerintah telah menyusun pedoman langkah-langkah responsif antara lain:
1. Menjaga keterjangkauan harga pangan melalui kegiatan operasi pasar
2. Meningkatkan pasokan komoditas pangan melalui peningkatan produktivitas
3. Perampingan distribusi pasokan komoditas pangan
4. Melakukan komunikasi efektif untuk membentuk ekspektasi masyarakat atas harga
5. Melaksanakan kerja sama daerah untuk menjamin ketersediaan pasokan bahan pangan pokok
6. Mendukung terciptanya ekosistem stabilitas harga dengan menjaga keseimbangan sisi pasokan dan permintaan.
Airlangga menegaskan fundamental ekonomi yang tangguh terus didukung dengan reformasi regulasi yang afirmatif guna mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Sumber: pojoksatu.id

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here