SmartNewsCelebes.Com, Jakarta – Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Akmal Malik Piliang mengatakan, pihaknya mengusulkan agar sistem pemilihan kepala daerah (Pilkada) tidak seragam untuk menekan biaya politik yang tinggi. Salah satu opsinya adalah mengembalikan pemilihan kepala daerah ke Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) bagi daerah tertentu.

Akmal menjelaskan mengembalikan sistem pemilihan ke DPRD dilakukan hingga daerah tersebut siap melaksanakan pemilihan langsung. Ia menilai kualitas demokrasi antara satu wilayah dengan yang lainnya di Indonesia berbeda-beda.

“Tergantung daerahnya. Kayak Jakarta, Jakarta, kan, sudah maju enggak mungkin DPRD lagi. Tapi kalau Papua, mungkinkah kembali ke DPRD lagi? Mungkin saja. Atau di daerah-daerah kepulauan yang kalau dengan pilkada langsung cost-nya tinggi sekali. Bisa gak pakai DPRD? bisa saja. Why not. Sampai mereka siap,” katanya di lansir dari Tempo.co

Menurut Akmal, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian telah memerintahkan untuk mengelompokkan daerah mana saja yang bisa menerapkan Pilkada langsung dan mana yang tidak. “Itu yang sekarang kami lagi coba lakukan. Arahan Pak Menteri bikin cluster wilayah,” ucap dia.

Ia menambahkan hal ini pada intinya masih sebatas wacana. Sebabnya untuk Pilkada serentak 2020 tetap mengacu pada Undang-Undang Nomor 10 tahun 2016. “Persoalannya ini, kan, sebatas gagasan. Gagasan kami. Kami boleh bergagasan, siapapun boleh bergagasan,” ujar Akmal.

Akmal berujar hasil evaluasi Pilkada 2012 yang dilakukan Kemendagri menunjukkan bahwa sistem Pilkada langsung berbiaya politik tinggi. “Itu fakta 2012 dulu. Kami melakukan evaluasi, review, alokasi dana itu Rp 20-30 miliar (untuk menjadi) bupati. Bahkan ada yang lebih,” tuturnya.

Namun, kata Akmal, pihaknya tidak anti dengan sistem Pilkada langsung. Kemendagri hanya sekadar mencari cara agar biaya pilkada di Indonesia murah. (tmp/smart)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here